contoh soal pengantar ilmu pemerintahan mengenai teori klasik dan teori modern
1.
Teori Klasik Vs Teori Modern (
siapa, apa, bagaimana).
Penyelesaian:
Ø Teori Klasik
Teori klasik ekonomi merupakan sebuah ide
pemikiran yang dilakukan oleh beberapa ilmuwan ekonomi untuk menjawab semua
pertanyaan mengenai keadaan ekonomi(pasar). tokoh-tokohnya antara lain :
Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan Karl Marx yang berkembang
pada abad ke -19, ekonomi klasik menganut system ekonomi liberal yang artinya
dalam mengatur ekonomi(pasar) pemerintah hanya bisa sedikit ikut campur dalam
kegiatan ekonomi selebihnya akan ada tangan sendiri yang akan mengatur, teori
ekonomi klasik lebih cenderung kepada teori ekonomi tradisional yang mana dalam
teori ini sebagaimana yang dipelopori
oleh Adam Smith Ekonomi klasik menyatakan bahwa pasar
bebas akan mengatur dirinya sendiri jika
tidak ada campur tangan dari pihak apapun. Adam Smith menyebutnya dengan
metafora “tangan tak terlihat”, yang akan menggerakkan pasar menuju
keseimbangan alami mereka tanpa adanya campur tangan dari luar. Teori ekonomi
klasik mempunyai beberapa ciri-ciri yaitu sebagai berikut:
v Perekonomian yang
didasarkaan pada sistem bebas berusaha (Laissez Faire) artinya mempunyai
kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangan secara otomatis. Terjadi tangan
bebas atau pasar bebas dalam mencapai keseimbangan sehingga terjadi “full
employment” atau kesempatan kerja penuh (tidak ada pengangguran).
v Pemerintah tidak
ikut campur tangan. Peran pemerintah hanya pada masalah penegakan hukum,
menjaga keamanan serta pembangunan infrastruktur.
v Harga barang
ditentukan oleh produsen dann konsumen.
v Tingkat upah
ditentukan oleh permintaan dan penawaran tenaga kerja. Apabila kelebihan tenaga
kerja maka akan menurunkan upah, tetapi apabila kekurangan tenaga kerja maka
akan meningkatkan upah.
Ada
beberapa tokoh yang mengemukakan pendapatnya tentang teori ekonomi klasik,
diantaranya:
1.
Adam Smith (1723-1790)
Adam
Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi bertumpu pada adanya pertumbuhan
penduduk. Dengan adanya pertumbuhan penduduk maka akan terdapat pertambahan
output dan pertambahan hasil. Teori ini terdapat dalam bukunya yang berjudul An
Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.
2.
Thomas Robert Malthus (1766-1834)
Menurut
Thomas Robert Malthus, perkembangan perekonomian suatu negara ditentukan oleh
pertambahan jumlah penduduk. Karena dengan bertambahnya jumlah penduduk secara
otomatis jumlah permintaan terhadap barang dan jasa akan bertambah. Selain itu,
perkembangan ekonomi suatu negara juga memerlukan kenaikan jumlah kapital untuk
investasi yang terus menerus.
\ 3. David
Ricardo (1772-1823)
David
Ricardo berpendapat bahwa faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar hingga
dua kali lipat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Kelebihan tenaga
kerja akan mengakibatkan upah menjadi turun. Upah tersebut hanya dapat
digunakan untuk membiayai taraf hidup minimum sehingga perekonomian akan
mengalami kemandegan (statonary state). Teori ini dituangkannya dalam bukunya
yang berjudul The Principles of Political and Taxation.
4.
John Stuart Mill (1806-1873)
John Stuart Mill
merupakan salah satu tokoh yang menganut sistem kebebasan. Beliau berpendapat
bahwa masalah perekonomian merupakan masalah sosial. Selain itu beliau juga
mengemukakan tentang bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya dan ikut serta
dalam kemakmuran negaranya dengan berbagai cara seperti meningkatkan produksi,
mencintai produk negeri sendiri serta masalah distribusi barang dan jasa.
5.
Karl Max (1818-1883)
Teori
yang dikemukakan oleh Karl Max menitikberatkan pada kekurangan konsumsi yang
akan melumpuhkan kemampuan produksi. Produksi yang berlebihan secara umum akan
menimbulkan runtuhnya teori kapitalisme.
Semua pendapat dari para tokoh memiliki tujuan yang
sama yaitu bagaimana cara untuk mengembangkan perekonomian suatu negara dan
bisa mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Jika kebutuhan masyarakat terpenuhi
maka negara tersebut dapat dikatakan sebagai negara yang maju dan sejahtera.
Ø Teori Modern
Teori ini muncul pada tahun 1950 sebagai
akibat ketidakpuasan dua teori sebelumnya yaitu klasik dan neoklasik. Teori
Modern sering disebut dengan teori “Analiasa Sistem” atau “Teori Terbuka” yang
memadukan antara teori klasik dan neokalsi. Teori Organisasi Modern melihat
bahwa semua unsure organisasi sebagai satu kesatuan yang saling bergantung dan
tidak bisa dipisahkan. Teori modern Heckscher-Ohlin (H-O) adalah bahwa perdagangan internasional
cenderung untuk menyamakan tidak hanya harga barang-barang yang diperdagangkan
saja, tetapi juga harga faktor-faktor produksi yang digunakan untuk
menghasilkan barang-barang tersebut. Kesimpulan ini sebenarnya merupakan akibat
dari konsepsi mereka mengenai hubungan antara spesialisasi dengan proporsi
faktor-faktor poduksi yang digunakan. Dalam hal-hal khusus, bahkan tidak
mungkin untuk mengenali apakah barang-barang itu barang-barang padat karya
ataukah barang-barang padat modal dipandang dari dunia seabagai satu
keseluruhan.
Negara yang memiliki tenaga kerja
relatif banyak mungkin saja mempunyai keuntungan komparatif dalam barang-barang
yang padat modal dan sebaliknya. Karena akibat adanya perdagangan internasional
adalah naiknya harga relatif barang-barang yang dihasilkan dengan menggunakan
prinsip keuntungan komparatif itu dan dengan demikian juga faktor produksi yang
digunakanya secara intensif, maka akibat pada harga relatif faktor-faktor
produksinya mungkin berupa perubahan yang menuju ke arah yang sama tetapi dapat
juga berlawanan, lagi pula dalam keseimbangan, kedua negara dapat terus
menghasilkan kedua macam barang itu walaupun harga faktor-faktor produksinya
berlainan di kedua negara tersebut.
Ø TEORI
MODERN vs TEORI KLASIK
a.
Teori Klasik memusatkan pandangan pada analisa
dan deskripsi organisasi sedangkan Teori
Modern menekankan pada perpaduan & perancangan sehingga terlihat lebih menyeluruh.
b. Teori
Klasik membicarakan konsep koordinasi, scalar, dan vertical sedangkan Teori
Modern lebih dinamis, sangat komplek, multilevel, multidimensi dan banyak
variable yang dipertimbangkan.
2.
Inflasi di Indonesia 1990 –
2015 (periode).
Penyelesaian:
Data inflasi di Indonesia
dari periode 1990 – 2015 (sumber : world bank)
TAHUN
|
INFLASI
|
1990
|
7.723910536
|
1991
|
8.827730236
|
1992
|
5.364316197
|
1993
|
8.880105482
|
1994
|
7.77637773
|
1995
|
9.703276861
|
1996
|
8.853591291
|
1997
|
12.57130893
|
1998
|
75.27128405
|
1999
|
14.16119256
|
2000
|
20.4474593
|
2001
|
14.29571544
|
2002
|
5.896051693
|
2003
|
5.487427042
|
2004
|
8.550732687
|
2005
|
14.3317834
|
2006
|
14.08742442
|
2007
|
11.25857853
|
2008
|
18.14975125
|
2009
|
8.274752432
|
2010
|
15.26429366
|
2011
|
7.465943034
|
2012
|
3.753878753
|
2013
|
4.965990291
|
2014
|
5.387104921
|
2015
|
4.230865166
|
Ø Grafik inflasi di Indonesia
Interpretasi:
Berdasarkan grafik inflasi dan data inflasi
di atas, kita dapat mengetahui bahwa inflasi yang terjadi di Indonesia dari
tahun 1990 sampai pada tahun 2015 tidak selalu tetap akan selalu ada kenaikan
atau penurunan, pada tahun 1998 di Indonesia mengalami peningkatan inflasi yang
cukup besar yaitu sebesar 75.27128%, jadi pada tahun 1998 harga barang dan jasa
di Indonesia mengalami kenaikan yang cukup dratis dari 12.57131% sampai ke 75.27128% dengan peningkatan
inflasi maka akan menyebabkan penurunan nilai mata uang terhadap barang dan
jasa di Indonesia pada tahun 1998. Sedangkan pada tahun
2012 di Indonesia mengalami penurunan
inflasi yang cukup besar yaitu sebesar 3.753879%. jadi pada tahun 2012 harga barang dan jasa di Indonesia mengalami
penurunan dari 7.465943% sampai 3.753879%. Dengan penurunan
inflasi maka akan menyebabkan peningkatan nilai mata uang terhadap barang dan jasa
di Indonesia pada tahun 2012.
3.
Pertumbuhan ekonomi di
Indonesia (1990-2015)
Penyelesaian:
Data pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari periode 1990 – 2015 (sumber
: world bank)
TAHUN
|
PERTUMBUHAN EKONOMI
|
1990
|
9.001573222
|
1991
|
8.927796145
|
1992
|
7.220501604
|
1993
|
7.254075412
|
1994
|
7.540066679
|
1995
|
8.396358045
|
1996
|
7.642786284
|
1997
|
4.699872542
|
1998
|
-13.12672393
|
1999
|
0.791129836
|
2000
|
4.920064597
|
2001
|
3.643466447
|
2002
|
4.499475391
|
2003
|
4.780369122
|
2004
|
5.030873945
|
2005
|
5.692571304
|
2006
|
5.500951785
|
2007
|
6.345022227
|
2008
|
6.0137036
|
2009
|
4.628871183
|
2010
|
6.223854181
|
2011
|
6.169784208
|
2012
|
6.030050653
|
2013
|
5.557263689
|
2014
|
5.023889052
|
2015
|
4.793921304
|
Ø Grafik pertumbuhan ekonomi di Indonesia
Interpretasi:
Berdasarkan grafik pertumbuhan ekonomi dan data pertumbuhan ekonomi di atas, kita
dapat mengetahui bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Indonesia dari tahun
1990 sampai pada tahun 2015 tidak selalu tetap akan selalu ada kenaikan atau
penurunan , pada tahun 1998 di Indonesia
mengalami penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi yang cukup besar yaitu sebesar
-13.12672393% dari 4.699872542%, jadi pada tahun 1998 tingkat produksi terhadap perekonomian
menurun sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 mengalami penurunan. Sedangkan pada tahun 1990 di Indonesia mengalami peningkatan terhadap pertumbuhan
ekonomi yang cukup besar yaitu sebesar 9.001573222%. jadi pada tahun 1990 tingkat perekonomian di Indonesia
mengalami kemajuan. Dan dari output di
atas kita juga dapat menetahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari
tahun ke tahun dominannya selalu menurut sampai akhirnya pada tahun 2015
pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 4.793921304%.
4.
Pengangguran di Indonesia
(1990-2015).
Penyelesaian:
Data penggangguran di
Indonesia dari periode 1990 – 2015 (sumber : world bank)
TAHUN
|
PENGANGGURAN
|
1990
|
-
|
1991
|
6.199999809
|
1992
|
2.799999952
|
1993
|
4.300000191
|
1994
|
5
|
1995
|
3.900000095
|
1996
|
4.400000095
|
1997
|
4.699999809
|
1998
|
5.5
|
1999
|
6.300000191
|
2000
|
6.099999905
|
2001
|
8.100000381
|
2002
|
9.100000381
|
2003
|
9.5
|
2004
|
9.899999619
|
2005
|
11.19999981
|
2006
|
10.30000019
|
2007
|
9.100000381
|
2008
|
8.399999619
|
2009
|
7.900000095
|
2010
|
7.099999905
|
2011
|
6.599999905
|
2012
|
6.099999905
|
2013
|
6.300000191
|
2014
|
6.199999809
|
2015
|
-
|
Ø Grafik Pengangguran di Indonesia
Interpretasi:
Berdasarkan grafik pengangguran dan data
pengangguran di atas, kita dapat mengetahui bahwa pengangguran yang terjadi di
Indonesia dari tahun 1990 sampai pada tahun 2015 tidak selalu tetap akan selalu
ada kenaikan atau penurunan, akan tertapi pada tahun 1990 dan tahun 2015 belum
memiliki presentase terhadap angka pengangguran di Indonesia sehingga dari
grafik di atas kita hanya dapat mengetahui presentase pengangguran yang ada di
Indonesia dari tahun 1991 sampai tahun 2014, pada tahun 2005 di Indonesia
mengalami peningkatan pengangguran yang cukup besar yaitu sebesar 11.19999981% dari 9.899999619%, jadi pada tahun 2005 total
pengangguran di Indonesia mencapai 11% dari 100% total populasi penduduk di
Indonesia. Sedangkan pada tahun 1992 di
Indonesia mengalami penurunan jumlah
pengangguran yang cukup besar yaitu sebesar 2.799999952%. jadi pada tahun 1992 jumlah penduduk Indonesia yang belum
mendapatkan pekerjaan atau disebut dengan pengangguran mengalami penurunan dari
6.199999809% sampai 2.799999952% dari 100% total penduduk yang ada di Indonesia .
5.
Neraca pembayaran Indonesia
(prospek)
Penyelesaian:
Neraca pembayaran adalah
catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan,
keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri
selama periode waktu tertentu, sehingga
salah satu analisis menyimpulkan bahwa tekanan terhadap nilai rupiah
akhir-akhir ini disebabkan lantaran kinerja neraca pembayaran Indonesia yang
buruk. Ada pula yang secara tajam menyoroti kinerja neraca perdagangan yang buruk.
Kemungkinan terbesar bahwa analisis itu betul, karena dengan kinerja neraca
pembayaran dan necara perdagangan yang lemah, maka akan menciptakan persepsi
negatif di mata investor sehingga mereka cenderung menghindari mata uang rupiah
sebagai referensi.
Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu Negara. Sementara itu neraca perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara nilai moneter antara ekspor dan impor. Neraca perdagangan yang positif berarti negara tersebut mengalami ekspor yang nilai moneternya melebihi impor, dan biasa disebut surplus perdagangan. Sementara itu jika neraca perdagangan menunjukkan kondisi negatif artinya nilai moneter impor melebihi ekspor, Dengan terjadinya surplus perdagangan berarti jumlah ekspor yang dilakukan oleh sebuah negera lebih banyak dibandingkan impor. Kondisi ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kondisi ini telah mengakibatkan ketegangan perdagangan antar negara yang mengalami defisit dengan negara yang mengalami surplus, contohnya hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Jadi, sejauh kinerja neraca perdagangan Indonesia masih defisit, sulit berharap kurs rupiah akan menguat secara mantap. Hal ini terkonfirmasi dari pernyataan pemerintah bahwa kinerja ekspor yang tak kunjung menguat membuat pemerintah pesimis akan terjadi surplus perdagangan sampai akhir tahun ini.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bahkan memperkirakan surplus perdagangan baru terjadi setelah 2014 mendatang. Surplus neraca perdagangan sangat tergantung ekspor. Jika ekspor masih terganggu oleh penurunan harga komoditas seperti yang terjadi sekarang, akan tetapi jika ekspor terhadap permintaan minyak sawit mentah maupun batubara meningkat kemungkinan besar perekonomian di Indonesia akan membaik. Jadi, untuk saat kinerja neraca perdagangan masih lemah, namun kedepannya ada harapan untuk menjadi lebih baik seiring pemulihan ekonomi Negara mitra dagang dengan Indonesia seperti: AS, Korsel, India, China, Thailand, dan Jepang. Dengan semakin banyak Negara yang akan menarik ekspor Indonesia menjadi lebih besar maka akan membuat perekonomiannya tetap tumbuh positif sehingga bisa membantu perbaikan neraca perdagangan Indonesia.
Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu Negara. Sementara itu neraca perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara nilai moneter antara ekspor dan impor. Neraca perdagangan yang positif berarti negara tersebut mengalami ekspor yang nilai moneternya melebihi impor, dan biasa disebut surplus perdagangan. Sementara itu jika neraca perdagangan menunjukkan kondisi negatif artinya nilai moneter impor melebihi ekspor, Dengan terjadinya surplus perdagangan berarti jumlah ekspor yang dilakukan oleh sebuah negera lebih banyak dibandingkan impor. Kondisi ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kondisi ini telah mengakibatkan ketegangan perdagangan antar negara yang mengalami defisit dengan negara yang mengalami surplus, contohnya hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Jadi, sejauh kinerja neraca perdagangan Indonesia masih defisit, sulit berharap kurs rupiah akan menguat secara mantap. Hal ini terkonfirmasi dari pernyataan pemerintah bahwa kinerja ekspor yang tak kunjung menguat membuat pemerintah pesimis akan terjadi surplus perdagangan sampai akhir tahun ini.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan bahkan memperkirakan surplus perdagangan baru terjadi setelah 2014 mendatang. Surplus neraca perdagangan sangat tergantung ekspor. Jika ekspor masih terganggu oleh penurunan harga komoditas seperti yang terjadi sekarang, akan tetapi jika ekspor terhadap permintaan minyak sawit mentah maupun batubara meningkat kemungkinan besar perekonomian di Indonesia akan membaik. Jadi, untuk saat kinerja neraca perdagangan masih lemah, namun kedepannya ada harapan untuk menjadi lebih baik seiring pemulihan ekonomi Negara mitra dagang dengan Indonesia seperti: AS, Korsel, India, China, Thailand, dan Jepang. Dengan semakin banyak Negara yang akan menarik ekspor Indonesia menjadi lebih besar maka akan membuat perekonomiannya tetap tumbuh positif sehingga bisa membantu perbaikan neraca perdagangan Indonesia.
Comments
Post a Comment